Kota Makassar
Kota Makassar dari 1971 hingga 1999 secara resmi dikenal sebagai Ujung Pandang) adalah ibu kota provinsi Sulawesi Selatan. Makassar merupakan kota metropolitan terbesar di kawasan Indonesia Timur dan pada masa lalu pernah menjadi ibu kota Negara Indonesia Timur dan Provinsi Sulawesi. Makassar terletak di pesisir barat daya Pulau Sulawesi dan berbatasan dengan Selat Makassar di sebelah barat, Kabupaten Kepulauan Pangkajene di sebelah utara, Kabupaten Maros di sebelah timur dan Kabupaten Gowa di sebelah selatan.
Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerah taklukkan Majapahit.[6] Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar.[7] Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.[7] Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut. Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab.Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo). Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda Melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani Perjanjian Bongaya. Penamaan Lambang Kota Makassar pada zaman penjajahan Belanda Kota ini dahulu bernama Ujung Pandang dan dipakai dari kira-kira tahun 1971 sampai tahun 1999. Alasan untuk mengganti nama Makassar menjadi Ujung Pandang dengan alasan politik, antara lain karena Makassar adalah nama sebuah suku bangsa padahal tidak semua penduduk kota Makassar adalah anggota dari etnik Makassar. Perang Dunia Kedua dan pendirian Republik Indonesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asingnya pada tahun 1949 dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir tahun 1950-an menjadikannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan, sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca revolusi. Antara tahun 1930-an sampai tahun 1961 jumlah penduduk meningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman pada tahun 1971. Baru pada tahun 1999 kota ini dinamakan kembali Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar dan sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah luas wilayah bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut 10.000 Ha, menjadi 27.577Ha [8]
Nama Makassar sudah disebutkan dalam pupuh 14/3 kitab Nagarakretagama karya Mpu Prapanca pada abad ke-14, sebagai salah satu daerah taklukkan Majapahit.[6] Walaupun demikian, Raja Gowa ke-9 Tumaparisi Kallonna (1510-1546) diperkirakan adalah tokoh pertama yang benar-benar mengembangkan kota Makassar.[7] Ia memindahkan pusat kerajaan dari pedalaman ke tepi pantai, mendirikan benteng di muara Sungai Jeneberang, serta mengangkat seorang syahbandar untuk mengatur perdagangan.[7] Pada abad ke-16, Makassar menjadi pusat perdagangan yang dominan di Indonesia Timur, sekaligus menjadi salah satu kota terbesar di Asia Tenggara. Raja-raja Makassar menerapkan kebijakan perdagangan bebas yang ketat, di mana seluruh pengunjung ke Makassar berhak melakukan perniagaan disana dan menolak upaya VOC (Belanda) untuk memperoleh hak monopoli di kota tersebut. Selain itu, sikap yang toleran terhadap agama berarti bahwa meskipun Islam semakin menjadi agama yang utama di wilayah tersebut, pemeluk agama Kristen dan kepercayaan lainnya masih tetap dapat berdagang di Makassar. Hal ini menyebabkan Makassar menjadi pusat yang penting bagi orang-orang Melayu yang bekerja dalam perdagangan di Kepulauan Maluku dan juga menjadi markas yang penting bagi pedagang-pedagang dari Eropa dan Arab.Semua keistimewaan ini tidak terlepas dari kebijaksanaan Raja Gowa-Tallo yang memerintah saat itu (Sultan Alauddin, Raja Gowa, dan Sultan Awalul Islam, Raja Tallo). Kontrol penguasa Makassar semakin menurun seiring semakin kuatnya pengaruh Belanda di wilayah tersebut dan menguatnya politik monopoli perdagangan rempah-rempah yang diterapkan Belanda melalui VOC. Pada tahun 1669, Belanda, bersama dengan La Tenri Tatta Arung Palakka dan beberapa kerajaan sekutu Belanda Melakukan penyerangan terhadap kerajaan Islam Gowa-Tallo yang mereka anggap sebagai Batu Penghalang terbesar untuk menguasai rempah-rempah di Indonesia timur. Setelah berperang habis-habisan mempertahankan kerajaan melawan beberapa koalisi kerajaan yang dipimpin oleh belanda, akhirnya Gowa-Tallo (Makassar) terdesak dan dengan terpaksa menanda tangani Perjanjian Bongaya. Penamaan Lambang Kota Makassar pada zaman penjajahan Belanda Kota ini dahulu bernama Ujung Pandang dan dipakai dari kira-kira tahun 1971 sampai tahun 1999. Alasan untuk mengganti nama Makassar menjadi Ujung Pandang dengan alasan politik, antara lain karena Makassar adalah nama sebuah suku bangsa padahal tidak semua penduduk kota Makassar adalah anggota dari etnik Makassar. Perang Dunia Kedua dan pendirian Republik Indonesia sekali lagi mengubah wajah Makassar. Hengkangnya sebagian besar warga asingnya pada tahun 1949 dan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing pada akhir tahun 1950-an menjadikannya kembali sebuah kota provinsi. Bahkan, sifat asli Makassar pun semakin menghilang dengan kedatangan warga baru dari daerah-daerah pedalaman yang berusaha menyelamatkan diri dari kekacauan akibat berbagai pergolakan pasca revolusi. Antara tahun 1930-an sampai tahun 1961 jumlah penduduk meningkat dari kurang lebih 90.000 jiwa menjadi hampir 400.000 orang, lebih daripada setengahnya pendatang baru dari wilayah luar kota. Hal ini dicerminkan dalam penggantian nama kota menjadi Ujung Pandang berdasarkan julukan ”Jumpandang” yang selama berabad-abad lamanya menandai Kota Makassar bagi orang pedalaman pada tahun 1971. Baru pada tahun 1999 kota ini dinamakan kembali Makassar, tepatnya 13 Oktober berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 1999 Nama Ujung Pandang dikembalikan menjadi Kota Makassar dan sesuai Undang-Undang Pemerintahan Daerah luas wilayah bertambah kurang lebih 4 mil kearah laut 10.000 Ha, menjadi 27.577Ha [8]
Ujung Pandang sendiri adalah nama sebuah kampung dalam wilayah Kota Makassar. Bermula di dekat Benteng Ujung Pandang sekarang ini, membujurlah suatu tanjung yang ditumbuhi rumpun-rumpun pandan. Sekarang Tanjung ini tidak ada lagi. Nama Ujung Pandang mulai dikenal pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-X, Tunipalangga yang pada tahun 1545 mendirikan benteng Ujung Pandang sebagai kelengkapan benteng-benteng kerajaan Gowa yang sudah ada sebelumnya, antara lain Barombong, Somba Opu, Panakukang dan benteng-benteng kecil lainnya.
Setelah bagian luar benteng selesai, didirikanlah bangunan khas Gowa (Balla Lompoa) di dalamnya yang terbuat dari kayu. Sementara di sekitar benteng terbentuk kampung yang semakin lama semakin ramai. Disanalah kampung Jourpandan (Juppandang). Sedangkan Benteng dijadikan sebagai kota kecil di tepi pantai Losari.
Beberapa tahun kemudian benteng Ujung Pandang jatuh ke tangan Belanda, usai perang Makassar, dengan disetujuinya Perjanjian Bungaya tahun 1667, benteng itu diserahkan. Kemudian Speelmen mengubah namanya menjadi Fort Rotterdam. Bangunan-bangunan bermotif Gowa di Fort Rotterdam perlahan-lahan diganti dengan bangunan gaya barat seperti yang dapat kita saksikan sekarang.
Ihwal nama Kota Makassar berubah menjadi Ujung Pandang terjadi pada tanggal 31 Agustus 1971, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 1971. Tak kala itu Kota Makassar dimekarkan dari 21 kilometer persegi menjadi 115,87 Kilometer persegi, terdiri dari 11 wilayah kecamatan dan 62 lingkungan dengan penduduk sekitar 700 ribu jiwa. Pemekaran ini mengadopsi sebagian dari wilayah tiga kabupaten yakni Kabupaten Maros, Gowa dan Pangkajene Kepulauan. Sebagai “kompensasinya” nama Makassar diubah menjadi Ujung Pandang.
Tentang kejadian bersejarah tersebut, Wali kotamadya Ujung Pandang Kolonel H. M. Daeng Patompo (alm) terpaksa menyetujui perubahan, demi perluasan wilayah kota. Sebab Bupati Gowa Kolonel K. S. Mas’ud dan Bupati Maros Kolonel H.M. Kasim DM menentang keras pemekaran tersebut. Untunglah pertentangan itu dapat diredam setelah Pangkowilhan III Letjen TNI Kemal Idris menjadi penengah, Walhasil Kedua Bupati daerah tersebut, mau menyerahkan sebagian wilayahnya asalkan nama Makassar diganti.
Sejak awal proses perubahan nama Makassar menjadi Ujung Pandang, telah mendapat protes dari kalangan masyarakat. Terutama kalangan budayawan, seniman, sejarawan, pemerhati hukum dan pebisinis. Bahkan ketika itu sempat didekalarasikan Petisi Makassar oleh Prof. Dr. Andi Zainal Abidin Farid SH, Prof. Dr. Mattulada dan Drs. H. D. Mangemba, dari deklarasi petisi Makassar inilah polemik tentang nama terus mengalir dalam bentuk seminar, lokakarya dan sebagainya.
Beberapa seminar yang membahas tentang polemik penggantian nama Makassar antara lain:
Seminar Makassar yang dilaksanakan pada tanggal 21 Maret 1981 di Hotel Raodah, diselenggarakan oleh SOKSI Sulsel.
Diskusi panel Makassar Bersinar diselenggarakan 10 Nopember 1991 di gedung Harian Pedoman Rakyat lantai III. “Seminar Penelusuran Hari Lahirnya Makassar”, 21 Agustus 1995 di Makassar Golden Hotel.
Namun Pemerintah Daerah maupun DPRD setempat, tidak juga tergugah untuk mengembalikan nama Makassar pada ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan. Nasib kota “Daeng” ini nyaris tak menentu, hingga akhirnya dipenghujung masa jabatan Presiden B.J. Habibie, nama Makassar dikembalikan, justru tanpa melalui proses yang berbelit.
Dalam konsideran Peraturan Pemerintah No. 86 Tahun 1999, di antaranya menyebutkan bahwa perubahan itu wujud keinginan masyarakat Ujung Pandang dengan mendapat dukungan DPRD Ujung Pandang dan perubahan ini sejalan dengan pasal 5 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 1999, bahwa perubahan nama daerah, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Seiring perubahan dan pengembalian nama Makassar, maka nama Ujung Pandang kini tinggal kenangan dan selanjutnya semua elemen masyarakat kota mulai dari para budayawan, pemerintah serta masyarakat kemudian mengadakan penelurusan dan pengkajian sejarah Makassar, Hasilnya Pemerintah Daerah Nomor 1 Tahun 2000, menetapkan Hari jadi Kota Makassar, tanggal 9 Nopember 1607. Dan untuk pertama kali Hari Jadi Kota Makassar ke 393, diperingati pada tanggal 9 November 2000.
Nama Makassar berasal dari sebuah kata dalam bahasa Makassar "Mangkasarak" yang berarti yang metampakkan diri atau yang bersifat terbuka.
Kecamatan Di Kota Makassar Sulawesi Selatan
Biringkanaya Bulurokeng, Daya, Paccerakkang, Pai, Sudiang, Sudiang Raya, Untia, Laikang, Bakung, Berua, Katimbang
Bontoala Baraya, Bontoala, Bontoala Parang, Bontoala Tua, Bunga Ejaya, Gaddong, Layang, Malimongan Baru, Parang Layang, Timungan Lompoa, Tompo Balang, Wajo Baru
Makassar Bara Baraya, Bara Baraya Selatan, Bara Baraya Timur, Bara Baraya Utara, Barana, Lariang Bangi, Maccini, Maccini Gusung, Maccini Parang, Mardekaya, Mardekaya Selatan, Mardekaya Utara, Maricaya, Maricaya Baru
Mamajang Baji Mappakasunggu, Bonto Biraeng, Bonto Lebang, Karang Anyar, Labuang Baji, Mamajang Dalam, Mamajang Luar, Mandala, Maricaya Selatan, Pa'batong, Parang, Sambung Jawa, Tamparang Keke
Manggala Antang, Bangkala, Batua, Borong, Manggala, Tamangapa, Biring Romang, Bintowa
Mariso Bontorannu, Kampung Buyang, Kunjung Mae, Lette, Mario, Mariso, Mattoangin, Panambungan, Tamarunang
Panakukkang Karampuang, Karuwisi, Karuwisi Utara, Masale, Pampang, Panaikang, Pandang, Paropo, Sinrijala, Tamamaung, Tello Baru
Rappocini Balla Parang, Banta Bantaeng, Bonto Makkio, Bua Kana, Gunung Sari, Karunrung, Kassi-Kassi, Mappala, Rappocini, Tidung, Minasa Upa.
Tallo Buloa, Bunga Eja Beru, Kalukuang, Kaluku Bodoa, La'latang, Lakkang, Lembo, Pannampu, Rappojawa, Rappokalling, Suangga, Tallo, Tammua, Ujung Pandang Baru, Wala-Walaya
Tamalanrea Bira, Kapasa, Parangloe, Tamalanrea, Tamalanrea Indah, Tamalanrea Jaya, Kapasa Raya, Buntusu
Tamalate Balang Baru, Barombong, Bongaya, Jongaya, Maccini Sombala, Mangasa, Mannuruki, Pa'baeng Baeng, Parang Tambung, Tanjung Merdeka, Bonto Duri
Ujung Pandang Baru, Bulo Gading, Lae-Lae, Lajangiru, Losari, Maloku, Mangkura, Pisang Selatan, Pisang Utara, Sawerigading
Ujung Tanah Barrang Caddi, Barrang Lompo, Camba Berua, Cambaya, Gusung, Pattingaloang, Pattingaloang Baru, Pulau Kodingareng, Tabaringan, Tamalabba, Totaka, Ujung Tanah
Wajo Butung, Ende, Malimongan, Malimongan Tua, Mampu, Melayu, Melayu Baru, Pattunuang.
Kota Di Daerah Sulawesi Selatan
Kabupaten Bantaeng Bantaeng Ilham Syah Azikin 395,83 176.699 446,4 8 21/46
Bantaeng Regency Logo.png
Locator Bantaeng Regency.svg
2
Kabupaten Barru Barru Suardi Saleh 1.174,71 165.983 141,3 7 15/40
Barru Regency Logo.png
Locator Barru Regency.svg
3
Kabupaten Bone Watampone Andi Fahsar M. Padjalangi 4.559 717.268 157 27 44/328
Bone Regency Logo.png
Locator Bone Regency.svg
4
Kabupaten Bulukumba Bulukumba Andi Muh. Sukri A. Sappewali 1.154,67 394.560 341,71 10 27/109
Bulukumba Regency Logo.png
Locator Bulukumba Regency.svg
5
Kabupaten Enrekang Enrekang Muslimin Bando 1.786,01 190.579 106,71 12 17/112
Lambang Kabupaten Enrekang.png
Locator Enrekang Regency.svg
6
Kabupaten Gowa Sungguminasa Adnan Purichta Ichsan 1.883,32 652.329 350 18 46/121
Lambang Kabupaten Gowa.png
Locator Gowa Regency.svg
7
Kabupaten Jeneponto Bontosunggu Iksan Iskandar 749,79 342.222 460 11 31/82
Logo-kabupaten-jeneponto.jpeg
Locator Jeneponto Regency.svg
8
Kabupaten Kepulauan Selayar Benteng Basli Ali 10.503,69 122.055 12 11 7/81
Logo Kabupaten Kepulauan Selayar.png
Locator Selayar Regency.svg
9
Kabupaten Luwu Belopa Basmin Mattayang 3.000,25 332.482 110,82 21 20/207
Luwu Regency Logo.png
Locator Luwu Regency.svg
10
Kabupaten Luwu Timur Malili Thoriq Husler 6.944,88 243.069 35 11 3/124
Lambang Kabupaten Luwu Timur.png
Locator Luwu Timur Regency.svg
11
Kabupaten Luwu Utara Masamba Indah Putri Indriani 7.502,58 287.472 38,32 11 7/166
Luwu Utara Logo (North Luwu).png
Locator Luwu Utara Regency.svg
12
Kabupaten Maros Turikale M. Hatta Rahman 1.619,12 322.212 199 14 23/80
Maros Regency Official Logo.png
Locator Maros Regency.svg
13
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan Pangkajene Syamsuddin A. Hamid Batara 1.236,27 305.758 250 13 38/65
Official Regency Logo of Pangkajene dan Kepulauan.png
Locator Pangkajene Kepulauan Regency.svg
14
Kabupaten Pinrang Pinrang Andi Irwan Hamid 1.961,77 351.161 180 12 39/69
Official Logo of Pinrang Regency.png
Locator Pinrang Regency.svg
15
Kabupaten Sidenreng Rappang Watang Sidenreng Dollah Mando 2.506,19 278.004 110 11 38/68
Official Logo of Sidenreng Rappang Regency.png
Locator Sidenreng Rappang Regency.svg
16
Kabupaten Sinjai Balangnipa Andi Seto Gadhista Asapa 819,96 228.936 280 9 13/67
Lambang Kabupaten Sinjai.png
Locator Sinjai Regency.svg
17
Kabupaten Soppeng Watansoppeng Andi Kaswadi Razak 1.359,44 223.757 160 8 21/49
Official Logo of Soppeng Regency.png
Locator Soppeng Regency.svg
18
Kabupaten Takalar Pattallassang Syamsari Kitta 566,51 269.171 480 9 24/76
Lambang Kabupaten Takalar.png
Locator Takalar Regency.svg
19
Kabupaten Tana Toraja Makale Nicodemus Biringkanae 2.054,30 221.795 110 19 47/112
Coat of Arms, Tana Toraga Regency.png
Locator Tana Toraja Regency.svg
20
Kabupaten Toraja Utara Rantepao Kalatiku Paembonan 1.151,47 215.400 190 21 40/111
Coat of Arms of Toraja Utara Regency.png
Locator North Toraja Regency.svg
21
Kabupaten Wajo Sengkang Amran Mahmud 2.056,20 384.694 190 14 48/142
Lambang Kabupaten Wajo.png
Locator Wajo Regency.svg
22
Kota Makassar - Iqbal Samad Suhaeb (Pj.) menggantikan Moh. Ramdhan Pomanto 175,77 1.334.090 7.600 15 153/-
Coat of Arms of City Makassar.png
Locator Makassar City.svg
23
Kota Palopo - Judas Amir 247,52 148.033 600 9 48/-
Lambang Kota Palopo COA.jpg
Locator Palopo City.svg
24
Kota Parepare - Taufan Pawe 99,33 132.048 1.329 4 22/-
Lambang Kota Parepare.png
Locator Parepare City.svg
Kota Di Seluruh Indonesia
Sumatra : Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Bengkulu, Riau, Kepulauan Riau, Jambi,Sumatra Selatan, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung.
Jawa
JakartaJawa BaratBantenJawa TengahYogyakartaJawa Timur
Kalimantan
Kalimantan BaratKalimantan TengahKalimantan SelatanKalimantan TimurKalimantan Utara
Nusa Tenggara
BaliNusa Tenggara BaratNusa Tenggara Timur
Sulawesi
Sulawesi BaratSulawesi SelatanSulawesi TengahSulawesi TenggaraSulawesi UtaraGorontalo
Maluku
MalukuMaluku Utara
Papua
Papua BaratPapua
0 Response to "Kota Makassar"
Posting Komentar